REFLEKSI HARI GURU 2022

 REFLEKSI HARI GURU 2022


Menjadi guru bukanlah cita-citaku, apalagi guru matematika. Mengajarkan berbagai obyek abstrak yang membuat dahi siswa berkerenyit, bahkan tak jarang mereka mengeluhkan rasa pusing yang mendera. Ada pula istilah yang dimunculkan siswa Matematika, Makin Tekun Makin Tidak Karuan, Wah…..

Seiring berjalannya waktu, menjadi guru membuat hidup terasa tenang dan nyaman. Membantu para siswa berproses mewujudkan cita-citanya, memberikan rasa nyaman, meski kadang ada penat yang menyeruak. Guru merupakan ladang tempat mengamalkan ilmu yang kita miliki, yang inshaaAlloh dapat menambah bekal kita di kehidupan selanjutnya.

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: "Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya." (HR Muslim no. 1631).

Tantangan pembelajaran di zaman digital semakin berat. Siswa dapat memperoleh segala macam informasi yang diinginkannya melalui smartphone. Guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu bagi siswa. Hal ini membuat guru akan tertinggal jika tidak rajin meng-upgrade keterampilan sekaligus pengetahuan yang dimilikinya.

Derasnya arus informasi dari dunia maya membuat guru tidak lagi dapat meminta siswa belajar hanya dengan manut apa yang disampaikan guru. Menukil sebuah tulisan yang disandarkan pada ungkapan para filsuf Yunani seperti Socrates dan Plato bahwa : “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.

عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ فَإِنَّهُمْ خَلَقَ لِزَمَانِهِمْ وَنحَنْ ُخَلَقْنَا لِزَمَانِنَا

(Ungkapan ini disandarkan kepada Socrates oleh Ibnul Qoyyim dalam Ighâtsul Lahafân (II/265) dan as-Syahrastani dalam al-Milal wan Nihal (II/144), juga disandarkan kepada Plato oleh Al-Amir Usamah bin Munqidz dalam Lubâbul Âdâb (hal 237) dan Muhammad bin al-Hasan bin Hamdun dalam at-Tadzkirah al-Hamduniyah (I/256)).

Tentu saja ungkapan di atas harus disikapi dengan bijaksana. Memang benar bahwa guru harus mengikuti perkembangan zaman, guru harus menguasai teknologi setidaknya yang berkaitan dengan tupoksinya sebagai pengajar dan pendidik. Namun kaitannya dengan perkara adab syar’i dan akhlaq mulia tentulah tidak berkaitan dengan waktu dan tempat. Sebagai contoh, kejujuran, amanah, meninggalkan kemaksiatan dan melazimi ketaatan, semua harus senantiasa diajarkan dan ditanamkan, tidak terbatas pada zaman/generasi tertentu. Jadi, ungkapan di atas boleh diambil faedahnya didalam urusan ‘adah (kebiasaan) dan úrf (tradisi) yang tidak berkaitan dengan nash syar’i (dalam urusan dunia saja, bukan agama).

Profesi guru merupakan akar dari profesi lainnya. Melalui guru, lahirlah guru berikutnya, dokter, perawat, polisi, tentara, pedagang, sopir, arsitek, dan aneka profesi lainnya. Pekerjaan guru berbeda dengan pekerjaan lainnya yang memproduksi barang atau jasa yang hasilnya dapat segera terlihat begitu proses produksi selesai dilakukan. Guru adalah profesi yang mengupayakan pembentukan karakter sehingga hasilnya baru akan terlihat kelak ketika anak didik telah hidup bermasyarakat. Proses panjang pendidikan ini mengharuskan guru memiliki kesabaran dan ketelatenan, dan berupaya mencari katalisator untuk mempercepat tercapainya pembentukan karakter yang diharapkan.

Sifat siswa bermacam-macam, ada siswa yang pendiam, mudah marah, cerewet, rajin, cepat belajar, lambat belajar, malas belajar, dll. Siswa pendiam membuat guru perlu lebih peka pada kondisi siswa, siswa yang mudah marah membuat guru belajar cara berkomunikasi yang baik, siswa yang cerewet membuat guru belajar cara mendengar yang baik, siswa yang rajin membuat guru belajar cara bertanggung jawab dan menjalankan amanah dengan baik, siswa yang cepat belajar membuat guru belajar lebih untuk meningkatkan kemampuan akademiknya sehingga tidak tertinggal dari siswanya, siswa yang lambat belajar membuat guru belajar lebih bersabar, dan siswa yang malas belajar membuat guru belajar mencari metode pembelajaran yang bervariasi dan lebih mudah dipahami. Intinya, siswa adalah sumber belajar bagi guru. Guru harus tetap belajar meskipun ia telah menjadi guru.

Dahulu Umar bin Khattab radhiyallahuanhu memerintahkan sebagai berikut:

عَلِّمُوا أَوْلاَدَكُم السِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الخَيْلِ

Artinya : “Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan menunggang kuda” (Abdullah al-Qayrawâni, al-Nawâdir wa al-Ziyâdât, Dâr el-Garb al-Islâmî, juz 3, hal. 39). 

Kalimat di atas tidak dapat dimaknai secara tekstual. Mengajari anak berenang, memanah, dan menunggang kuda tentu tidak ada salahnya. Namun di era modern seperti sekarang ini, kalimat di atas dapat dikembangkan maknanya. Kemampuan “berenang” dapat diartikan sebagai kemampuan memilih informasi di tengah derasnya arus informasi. Kemampuan “memanah” dapat diartikan sebagai kemampuan untuk fokus di tengah gangguan yang menghalangi proses belajar. Kemampuan “menunggang kuda” dapat diartikan sebagai kemampuan dalam memanfaatkan berbagai sarana yang menunjang kegiatan pembelajaran, seperti kendaraan yang membantu transportasi siswa ke sekolah dan handphone yang membantu komunikasi siswa. Intinya kemampuan “berenang, memanah, dan menunggang kuda” diperlukan pada masa kini di tengah “model perang” yang berbeda dengan masa lalu.

Menuntut ilmu memerlukan adab agar ilmu yang diperoleh berkah dan bermanfaat. Diantara adab menuntut ilmu adalah:

  1. Ikhlas dan niatkan karena Allah SWT
  2. Berdoa kepada Allah SWT memohon ilmu yang bermanfaat
  3. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
  4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat
  5. Tidak sombong
  6. Mendengarkan (menyimak), hormat, dan patuh kepada guru
  7. Tidak mengganggu teman yang juga sedang menuntut ilmu
  8. Mengikat ilmu dengan menulisnya
  9. Mengamalkan ilmu
  10. Mendakwahkan ilmu

Demikian sekilas refleksi peringatan Hari Guru 2022, semoga kita senantiasa bisa menjadi Guru yang digugu dan ditiru. Rasulullah SAW bersabda: 

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893). Wallahu a'lam bish-shawabi…

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Selamat hari guru,,Bu yan🖤🖤 ngpunten Kula kaleh rencang² kula nggih bu..😊







    Selamat hari guru Bu

    BalasHapus
  2. Terima kasih... Semoga kalian semua sukses selalu... 🥰

    BalasHapus