RAMBAK, KERUPUK KULIT YANG NIKMAT

 


      AWAL MULA USAHA KERUPUK RAMBAK

 Kerupuk rambak atau mungkin di daerah lain dikenal dengan kerupuk kulit merupakan produk pangan hasil olahan dari kulit sapi atau kerbau yang diolah dengan menambahkan bumbu-bumbu sehingga menghasilkan citarasa yang gurih dan lezat. Namun ada sebagian orang yang tidak mau mengonsumsi makanan tersebut dengan alasan adanya bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam kerupuk rambak. Kewaspadaan sebagian orang tersebut muncul dari kekhawatiran jika bahan baku dalam pembuatan kerupuk rambak berasal dari kulit limbah dalam industri tas dan sepatu.

Dari hasil uji laboratorium dapat diketahui bahwa kandungan dalam kerupuk rambak mentah adalah protein (82,91%), lemak (3,84%), mineral (0,04%), dan natrium glutamat (5,3%). Namun, pada kerupuk kulit yang berbahan baku dari sisa pembuatan sepatu, tas, maupun jaket, banyak ditemukan zat berbahaya seperti timbal, krom, dan arsenik. Selain itu juga ditemukan adanya zat pewarna.

Di dalam kulit yang merupakan industri sepatu, tas, dan jaket ditemukan kandungan krom (Cr2O3) yang merupakan zat kimia dalam proses penyamakan kulit. Penyamakan kulit ini bertujuan untuk menstabilkan (mematangkan) sifat kulit. Logam krom (Cr) termasuk salah satu jenis polutan logam yang bersifat toksik dan dalam tubuh manusia biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+. Krom dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika terjadi kontak langsung dengan kulit, krom dapat menyebabkan iritasi dan jika tertelan, krom dapat menyebabkan sakit perut dan muntah.

Awal mula munculnya kerupuk dari bahan limbah kulit sapi disebabkan oleh perekonomian yang sedang sulit. Pada waktu itu, kulit sapi yang hendak dijadikan bahan baku produk tas dan sebagainya diberi garam supaya awet kemudian dicelup di penyamakan kulit yang mengandung zat kimia yang tinggi. Jika ada lembaran kulit yang tak terpakai atau sisa-sisa kulit yang telah dipotong sebagai bahan baku tas, maka kulit sisa ini kemudian dicuci dan dikembangkan lagi menjadi kikil yang siap dikonsumsi atau diolah menjadi kerupuk rambak.

Dampak yang ditimbulkan bila mengonsumsi kerupuk kulit yang berbahan baku dari limbah adalah keracunan, mengakibatkan kanker, kerusakan liver, jaringan otak, dan ginjal, hingga dapat menyebabkan kematian. Kerupuk dari limbah juga tidak baik jika dikonsumsi oleh ibu hamil karena dapat membahayakan janin.  

Dengan makin berkembangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka usaha kerupuk rambak ini tidak ada lagi yang menggunakan bahan baku dari limbah produksi tas, sepatu, dan jaket. 

Jika kita berkesempatan berkunjung ke Kabupaten Tulungagung tepatnya di sepanjang jalan Pangeran Antasari (daerah Stasiun Kereta Api Tulungagung) maka akan dengan mudah ditemui kios oleh-oleh yang menjual kerupuk rambak, baik yang masih mentah (belum digoreng) maupun kerupuk rambak yang siap santap.

Gambar 1. Kerupuk Rambak di Pusat Oleh-oleh (foto koleksi pribadi)

 Ada dua jenis kerupuk yang dijual di pusat oleh-oleh ini, yakni kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi dan kulit kerbau. Keduanya dapat dibedakan dari penampakan luarnya. Untuk kerupuk yang berasal dari kulit sapi, warnanya putih keruh dan sedikit kecoklatan. Teksturnya renyah dan sedikit keras. Selain dapat dikonsumsi secara langsung, sebagian jenis kerupuk kulit sapi ada juga yang digunakan sebagai campuran dalam membuat sayur seperti sambal goreng atau atau sayur lodeh. Sementara itu, kerupuk kulit kerbau memiliki warna yang lebih kuning daripada kerupuk kulit sapi, dengan tekstur yang hampir sama yakni renyah dan sedikit keras. 

Ada pula beberapa pihak yang khawatir akan kehalalan kerupuk yang dibeli, seiring dengan beredarnya kabar tentang keberadaan kerupuk kulit babi. Sebenarnya kerupuk kulit babi ini dapat diamati dari tampilan luarnya. Warna kerupuk kulit babi lebih putih dan cerah dibandingkan dengan kerupuk kulit sapi dan kerbau. Teksturnya lebih renyah dan rapuh dikarenakan rongga-rongga dalam kerupuk kulit babi lebih halus.

Kerupuk kulit babi jarang dijajakan di pasaran, karena umumnya didistribusikan secara langsung dari produsen ke tempat makan (restoran). Harga kerupuk kulit babi lebih murah dibandingkan kerupuk kulit sapi dan kerbau sebab kulit babi tidak banyak dimanfaatkan dan hanya sebagai limbah saja.

Sentra produksi kerupuk rambak di kabupaten Tulungagung ada di kelurahan Sembung kecamatan Kota. Salah satu usaha kerupuk rambak tertua adalah usaha Mbah Tawi yang mulai dirintis sejak tahun 1945. Pada waktu itu Mbah Tawi menggunakan sepeda untuk memasarkan kerupuknya dari rumah ke rumah mengelilingi kota Tulungagung bahkan hingga ke kota Kediri, Blitar, dan Trenggalek. Karena belum adanya plastik, maka kerupuknya waktu itu masih dibungkus dengan daun jati.   

 Pada tahun 1970, Mbah Tawi meninggal dunia dan usaha kerupuknya dilanjutkan oleh anak-anaknya, salah satunya adalah ibu Rusemi. Selanjutnya ibu Rusemi mewariskan usaha kerupuknya kepada sembilan anaknya, namun hanya si bungsu yang bernama bapak Slamet Mujito (Pak Jito) yang berhasil melanjutkan usahanya dengan sukses. Awalnya Pak Jito kurang tertarik untuk meneruskan usaha kerupuk rambak ini, sebab proses pembuatannya yang rumit dan penjualannya yang sulit. 

Pak Jito mulai belajar mengolah kulit menjadi kerupuk rambak pada tahun 1982 dan pada tahun 1990 memulai membuka usaha kerupuk rambak sendiri. Berkat semangat dan keuletannya, usaha tersebut kini telah membuahkan hasil.

Sudah hampir tiga puluh enam tahun Pak Jito menekuni usaha kerupuk rambak ini. Pemasaran yang di tahun 2000 masih menggunakan sepeda, di tahun 2006 sudah berganti menggunakan sepeda motor. Bahkan ditahun berikutnya, distribusi sudah bisa menggunakan mobil pick up dan jangkauan pemasarannya tidak hanya di dalam kota Tulungagung, tapi sudah menjangkau kota Blitar, Malang, Batu, Trenggalek, Kediri, Kertosono, Jombang, Surabaya, hingga Balikpapan.

Gambar 2. Pak Jito bersama beberapa pekerjanya (foto koleksi pribadi)

      PROSES PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK

 Kualitas kerupuk rambak sangat tergantung dari kualitas bahan baku. Kulit sebagai bahan baku harus diseleksi, misalnya ada kulit yang belum kering atau malah ada yang busuk. Jika ada kulit yang kurang bagus, maka akan menghasilkan kerupuk yang tidak enak atau pahit. 

Para produsen kerupuk rambak di Daerah Sembung biasanya memperoleh bahan baku kulit sapi dari daerah Magetan dan Trenggalek. Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kulit kerbau, mereka telah memiliki pemasok kulit tetap dari daerah Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Bahan baku yang diperoleh ini berbentuk lembaran kulit kering yang tiap lembarnya merupakan kulit dari seekor sapi atau kerbau yang telah dipotong menjadi dua. Namun pada musim Hari Raya Idul Adha, para produsen kerupuk rambak juga menerima kulit segar dari orang-orang yang menjualnya. Harga per kilo kulit kering ini berkisar antara Rp 40.000,00 hingga Rp 50.000,00. Sedangkan untuk harga kulit segar lebih murah dari itu.

Gambar 3. Bahan Baku Kulit Sapi Kering (foto koleksi pribadi)

Tiap kilogram bahan kulit kering akan menghasilkan sekitar 5 sampai 6 ons krecek (kerupuk yang siap digoreng). Sedangkan jika bahan bakunya adalah kulit segar/basah, akan menghasilkan sekitar 2 hingga 2,5 ons krecek.

Proses pembuatan kerupuk rambak dimulai dengan merendam bahan baku yang berupa lembaran kulit sapi kering dalam air tawar selama satu malam. Sementara untuk kulit kerbau kering, proses perendaman dengan air tawar dilakukan selama sehari semalam. Proses perendaman ini bertujuan agar kulit kering menjadi lebih lentur. Jika menggunakan bahan baku kulit segar/basah, maka proses perendaman ini tidak dilakukan.

Setelah direndam semalam dalam air  tawar, kulit kemudian dipindahkan ke bak lainnya untuk direndam dalam air kapur tohor/gamping (Ca(OH)2) selama 5 sampai 7 hari. Sementara untuk kulit kerbau, kulit tidak perlu direndam dalam air kapur. Proses perendaman air kapur ini bertujuan agar kulit menjadi lebih lunak, mengembang, dan memudahkan penghilangan epidermis dan bulu.

Gambar 3. Proses Perendaman Kulit dengan Air Kapur (foto koleksi pribadi)

Langkah selanjutnya setelah perendaman adalah proses penghilangan bulu pada kulit dengan cara dikerok menggunakan pisau tumpul. Proses pengerokan ini biasanya dilakukan jika bahan bakunya adalah kulit kerbau. 

Gambar 4. Proses Pengerokan Bulu dan Kotoran
(gambar diambil dari http://rambaktulungagung.blogspot.com)


Kulit yang telah bersih dari bulu dan direndam, kemudian direbus selama 1 hingga 5 jam. Lamanya waktu perebusan ini tergantung dari kualitas kulit dan lama waktu perendaman. Semakin lama kulit direndam, maka waktu perebusan semakin singkat. Untuk mempermudah proses perebusan, biasanya lembaran kulit dipotong terlebih dahulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil.

Gambar 5. Proses Perbusan Kulit
(foto diambil dari http://rambaktulungagung.blogspot.com)


Kulit yang telah direbus kemudian ditiriskan. Setelah dingin, kulit dipotong dengan ukuran sekitar 10 x 15 cm. Irisan-irisan kulit kemudian diletakkan di atas anjang dan dijemur hingga setengah kering. Proses penjemuran berlangsung selama 3 hingga 5 hari tergantung cuaca. 

Gambar 6. Proses Penjemuran Awal (foto koleksi pribadi)

Kulit yang sudah setengah kering dibumbui dengan garam dan bawang putih yang telah dihaluskan. Selama proses pembumbuan ini kulit dimasukkan kedalam alat pemutar (spinner) sehingga bumbu dapat tercampur rata.

Gambar 7. Proses Pembumbuan (foto koleksi pribadi)

Kulit yang telah dibumbui ini kemudian dijemur kembali hingga kering. Setelah kering, kulit “dialupi” (Bahasa Jawa). Yang dimaksud dengan dialupi disini adalah kulit dimasukkan kedalam minyak panas sambil diputar-putar menggunakan alat khusus. Orang-orang di tempat produksi kerupuk rambak ini menyebut alat tersebut sebagai oven (meskipun sebenarnya bentuk dan fungsi dari alat tersebut tidak sesuai dengan gambaran oven pada umumnya). Untuk setiap mesin oven berkapasitas 60 kg dalam satu hari dapat memproses 120 kg kulit dalam dua kali pemrosesan. Setiap kali proses memerlukan waktu sekitar 7 hingga 8 jam. Proses “dialupi” ini bertujuan supaya kulit dapat mengembang saat digoreng nantinya.

Gambar 8. Kulit "dialupi" (foto koleksi)


Setelah dialupi, kulit yang masih berlumur minyak dimasukkan ke alat pemutar (spinner) seperti saat proses pembumbuan untuk ditiriskan minyaknya. Langkah terakhir dari pembuatan krecek kerupuk rambak adalah penjemuran kembali. Kulit dijemur kembali hingga benar-benar kering. Saat cuaca cerah penjemuran biasanya berlangsung selama 3 hari.

Gambar 9. Proses Penjemuran Akhir (foto koleksi pribadi)


Setelah benar-benar kering, kulit menjadi krecek dan siap untuk dipasarkan. Sebelum dikemas, biasanya krecek didiamkan dulu selama 10 hari. Melihat prosesnya yang demikian panjang dan rumit, maka wajar saja jika harga jual kerupuk rambak cukup mahal.

Untuk kerupuk rambak yang dijual dalam bentuk siap santap, maka untuk mendapatkan hasil gorengan kerupuk yang gurih dan renyah, sebelum digoreng krecek perlu dijemur kembali sebentar. Dalam proses penggorengan disiapkan dua wajan untuk menggoreng, yang satu dipanaskan dengan api kecil dan wajan satunya dipanaskan dengan derajat yang lebih panas. Kerupuk yang baru dijemur, dimasukkan ke wajan yang minyaknya hangat (sekitar 80 derajat Celcius) kemudian diangkat saat sudah sudah agak mengembang. Kerupuk ini kemudian dimasukkan langsung ke wajan yang minyaknya panas (sekitar 100 derajat Celcius) dan segera diangkat saat sudah matang.

Gambar 10. Proses Menggoreng Kerupuk Rambak (foto diambil dari https://m.tribunnews.com/lifestyle/)


Menurut penelitian Nadia Lula (2006), dalam kerupuk rambak tidak dijumpai adanya kolesterol. Hal ini dimungkinkan karena pada proses pengolahannya, kulit telah mengalami beberapa kali perlakuan panas misalnya perebusan, penjemuran, dan penggorengan. Kadar lemak  kerupuk rambak yang sudah digoreng adalah 31,81% pada rambak kulit kerbau dan 32,44% pada rambak kulit sapi. Sementara itu kadar proteinnya sebesar 63,90% pada rambak kulit kerbau dan 64,71% pada rambak kulit sapi. Bagi penderita asam urat, diarankan untuk tidak mengonsumsi kerupuk rambak dikarenakan dalam 100 gram kerupuk rambak yang berasal dari kulit sapi terdapat 0,64 hingga 0,7 mg kadar asam urat.


      PROSPEK USAHA KERUPUK RAMBAK

Kerupuk rambak memang digemari, tidak saja sebagai pendamping saat menyantap makanan seperti soto atau rawon, tapi kerupuk rambak dapat juga dijadikan camilan. Selain rasanya yang nikmat, kerupuk rambak juga memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Menurut hasil penelitian dari Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (dalam Amertaningtyas, 2011), kerupuk rambak memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan kerupuk berbahan baku nabati. Kerupuk rambak mengandung 82,9% protein, 3,84% lemak, dan 0,04% mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi. 

Melihat banyaknya penggemar kerupuk rambak ini, kelihatannya prospek usaha kerupuk rambak ke depan sangat menjajikan. Di sepanjang jalan Pangeran Antasari Tulungagung dapat dengan mudah ditemukan kios oleh-oleh yang menjual kerupuk rambak, baik dalam bentuk krecek maupun yang siap santap. Berikut ini disajikan harga kerupuk rambak dalam beberapa ukuran kemasan :


Selain beberapa kemasan tersebut diatas, produsen kerupuk juga membuat kemasan kerupuk rambak siap santap ukuran kecil-kecil dengan harga Rp 400,00 dan Rp 800,00 untuk memenuhi permintaan warung-warung makanan. 

Ada beberapa kendala yang biasa ditemui oleh para produsen kerupuk rambak. Diantaranya adalah proses pembuatan yang seringkali terganggu oleh cuaca yang tidak bersahabat. Ketersediaan bahan baku yang kadangkala mengalami kelangkaan juga merupakan tantangan bagi para produsen. Pada tahun 2012 para produsen kerupuk rambak di Tulungagung sempat mengalami kesulitan bahan baku berupa kulit kerbau. Hal ini menyebabkan para produsen terpaksa mendatangkan kulit dari luar Jawa seperti dari dari Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengiriman ini dilakukan setiap dua minggu sekali, padahal setiap minggunya rata-rata para produsen memerlukan sekitar 2 kwintal kulit kerbau. 

Harga bahan baku yang fluktuatif juga merupakan kendala tersendiri, sementara harga jual tidak dapat mengikuti naik secepat kenaikan harga bahan baku. Persaingan antar pengusaha juga kian meningkat seiring makin banyaknya pengusaha yang bergerak di bidang usaha produksi kerupuk rambak. Untung saja berbagai kendala ini dapat diatasi melalui keberadaan koperasi yang mewadahi para rodusen kerupuk rambak ini.

Kekurangan persediaan bahan baku juga memungkinkan produsen kerupuk rambak menggunakan kulit impor yang didatangkan dari Korea dan China melalui pemasok dan pedagang besar yang mampu mengimpor secara langsung dari luar negeri. Masalah yang timbul dari impor kulit ini tentu saja terkait dengan kehalalan kulit, baik yang berasal dari daging babi ataupun dari proses penyembelihan hewan yang tidak sesuai syariat Islam.  

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dari usaha kerupuk rambak adalah minyak sisa penggorengan yang tidak bisa digunakan untuk menggoreng lagi dan dibuang. Hal ini berpotensi menyebabkan pencemaran karena minyak tersebut mengandung besi (Fe) sekitar 26,806 mg/l (Rahayu dan Nurandani dalam Amertaningtyas, 2011). Sebenarnya ada metode untuk mengurangi masalah tersebut, yakni dengan metode adsorpsi menggunakan zeolite, namun hasilnya belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan aman.

Posting Komentar

0 Komentar