EMPING MELINJO, SI PAHIT YANG DISUKAI

 

 

Memasuki Tulungagung dari utara (dari arah Kabupaten Kediri), desa pertama di kabupaten Tulungagung yang akan dijumpai adalah desa Pojok. Desa ini merupakan desa terluas di Kecamatan Ngantru yakni sekitar 334 hektar. Letak desa ini cukup strategis karena berada di jalan propinsi yang menghubungkan Tulungagung dengan Surabaya dan juga terletak pada jalur alternatif Kediri-Blitar-Malang, sehingga desa ini cukup ramai dengan lalu lalang kendaraan.

Desa berpenduduk 1678 jiwa (data tahun 2015) ini, sekitar 80% penduduknya bekerja sebagai petani. Sisanya bekerja sebagai pedagang (10,98%), pegawai (2,97%), dan lain-lain (6,05%).

Mengingat sebagian besar penduduknya yang bekerja di sektor pertanian, maka suasana desa ini tentulah sangat asri, sejuk, dan hijau. Banyak terdapat area persawahan dan hampir setiap rumah warga memiliki tanaman buah, terutama mangga dan rambutan. Selain tanaman buah, tanaman melinjo juga dengan mudah ditemukan di desa ini. Tanaman melinjo di desa ini biasanya ditanam di pekarangan atau di sepanjang jalan sebagai pembatas pekarangan.

Gambar 1. Tanaman Melinjo di Sepanjang Jalan Desa (foto koleksi pribadi)


Berdasarkan sejarahnya, melinjo berasal dari Semenanjung Malaysia (Markgraf dalam Sunarto, 1991). Namun ada beberapa pihak yang kurang sependapat dalam hal ini, mereka beranggapan bahwa melinjo berasal dari Indonesia, tepatnya Ambon. Tanaman ini oleh pendatang dibawa ke Penang Malaysia dan dibawa masuk kembali ke Indonesia (Hunter dalam Sunarto, 1991).

Tanaman melinjo memiliki banyak nama lain seperti belinjo, maninjau, bagor, so, tangkil, dan tangkil sako. Hal ini menunjukkan penyebaran tanaman ini yang cukup luas. Melinjo yang dalam bahasa latin disebut Gnetum gnemon, L. termasuk tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) dimana bijinya tidak terbungkus daging buah tetapi hanya terbungkus kulit luar.

Tanaman melinjo dapat hidup mencapai umur di atas 100 tahun dan jika dirawat dengan baik dapat tetap menghasilkan buah. Bila tidak dipangkas, tanaman melinjo yang berusia tua bisa mencapai ketinggian lebih dari 25 meter dari permukaan tanah.

Tanaman melinjo bercabang banyak dan pada seluruh bagian batang, cabang, dan rantingnya tampak ruas-ruas bekas tumbuhnya tangkai daun, ranting, dan cabang. Ranting dan cabang tanaman melinjo tidak berhubungan kuat dengan batang tanaman sehingga mudah lepas. Dengan demikian, akan sangat berbahaya jika orang memanjat pohon melinjo.

Sebenarnya tanaman melinjo tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus sehingga dapat tumbuh pada tanah liat/lempung, berpasir, dan berlumpur. Walaupun demikian, tanaman melinjo tidak tahan terhadap tanah yang terlalu tergenang air atau tanah yang berkadar asam tinggi (pH asam). Di Indonesia, tanaman melinjo dapat ditemukan di daerah pantai yang berhawa panas sampai ke daerah pegunungan pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.

Kebanyakan sumber pustaka menyatakan bahwa melinjo termasuk tanaman yang berumah dua (dioecy), artinya bunga jantan dan bunga betina berada pada pohon yang berlainan. Namun ada juga pohon melinjo yang hermaphrodite, yakni pada satu pohon didapatkan bunga jantan dan bunga betina, tapi jenis ini jumlahnya tidak banyak.

Perbedaan jenis kelamin tanaman ini baru bisa diketahui setelah tanaman berbunga, yaitu pada umur 5-7 tahun. Bunga melinjo berupa bulir. Bulir bunga jantan lebih kecil daripada bulir bunga betina. Hal ini tentulah merupakan kendala dalam budidaya tanaman melinjo secara komersial.

Biji melinjo terbungkus oleh tiga lapisan kulit. Lapisan pertama adalah kulit luar yang lunak berwarna hijau dan akan semakin memerah jika buah melinjo semakin matang. Lapisan kedua adalah kulit yang keras berwarna kuning (bila biji masih muda) dan berwarna coklat kehitaman (bila biji sudah tua). Lapisan ketiga berupa kulit tipis berwarna putih buram. Di bawah lapisan ketiga inilah terdapat biji berwarna putih kekuningan yang merupakan persediaan makanan bagi lembaga yang akan tumbuh menjadi tanaman baru.

Gambar 2. Biji Melinjo (foto koleksi pribadi)


Hampir seluruh bagian tanaman melinjo dapat dimanfaatkan. Buah yang sudah tua merupakan bahan baku emping. Kulit batangnya dapat dipintal menjadi tali untuk jala atau untuk tali panjat. Kayunya dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kertas dan perkakas dapur seperti parut dan talenan. Sedangkan daun dan buah yang masih muda dapat dijadikan bahan sayur.

Dilihat dari bentuk bijinya, ada tiga varietas melinjo yang sudah dikenal oleh masyarakat. Yang pertama adalah varietas kerikil yang bijinya berukuran kecil dan bentuknya agak bulat. Varietas kedua dinamakan varietas ketan yang ukurannya lebih besar daripada varietas kerikil dan bentuk bijinya memanjang. Varietas ketiga dinamakan varietas gentong. Jenis ini yang paling disukai para pengrajin emping karena ukurannya yang besar dan bentuknya agak bulat.


Proses Pembuatan Emping Melinjo

Desa Pojok Kecamatan Ngantru merupakan sentra pembuatan emping melinjo di Kabupaten Tulungagung. Jika kita berkunjung ke desa ini, maka di sepanjang jalan desa akan dijumpai anjang (anyaman bambu) sebagai tempat menjemur emping melinjo yang baru saja dibuat oleh para pengrajin.

Usaha produksi emping melinjo di daerah ini telah dimulai sekitar tahun 1965. Usaha produksinya ada yang berskala kecil (6 – 9 pekerja dengan hasil 10 – 25 kilogram perhari) hingga berskala besar (25 – 30 pekerja dengan hasil sekitar 2,5 kwintal setiap harinya.

Adapun alat-alat yang diperlukan dalam proses pembuatan emping melinjo adalah :

  1. Tungku api
  2. Layah (wajan dari tanah liat). Diameter layah ini bervariasi, harganya antara Rp 15.000,00 hingga Rp 25.000,00 dan dapat bertahan antara 6 bulan hingga 1 tahun.
  3. Pasir untuk proses penggorengan sangan/sangrai.
  4. Batu dengan permukaan lebar dan rata sebagai alas pada saat proses pemipihan biji melinjo.
  5. Alat pemukul (palu) yang terbuat dari batu atau besi. Palu ini besarnya bervariasi, mulai yang berbobot 1 kg, 1,5 kg, 2 kg, hingga 3 kg. Harga sebuah palu dengan bobot 1,5 kg kurang lebih Rp 40.000,00 dengan masa pakai mencapai 20 tahun.
  6. Irus (sendok dari tempurung kelapa dengan gagang dari bambu) untuk membolak balik biji melinjo yang digoreng sangrai.
  7. Serok (saringan) untuk mengangkat biji melinjo dari penggorengan.
  8. Irik (ember dari anyaman bambu) sebagai wadah saat penggilasan biji melinjo.
  9. Anjang (anyaman bambu) untuk menjemur kepingan-kepingan emping. Anjang ini biasanya berukuran 60 cm x 120 cm dengan harga Rp 10.000,00 hingga Rp 15.000,00 dan dapat bertahan selama 6 bulan hingga 1 tahun.

Dalam proses pembuatan emping melinjo, biasanya satu tim terdiri dari tiga orang. Satu orang sebagai penggoreng dan dua orang lainnya sebagai pemukul. Proses pembuatan emping melinjo diawali dengan memanaskan layah yang telah diisi pasir di atas tungku kayu, kemudian pasir diaduk aduk dengan menggunakan irus sampai pasir menjadi cukup panas.

Gambar 3. Pemanasan Pasir (foto koleksi pribadi)


Saat pasir sudah cukup panas, klatak (biji melinjo yang sudah tidak berkulit luar) dimasukkan kedalam layah dan diaduk-aduk bersama dengan pasir panas. Inilah yang dinamakan menggoreng sangan/sangrai. Proses penggorengan ini dilakukan sampai biji melinjo setengah matang. Bila terlalu matang, maka isi biji akan menjadi keras dan pecah saat dipipihkan.

Biji melinjo setengah matang diangkat menggunakan serok dan diletakkan kedalam irik (ember dari anyaman bambu). Selanjutnya, biji melinjo ini digilas menggunakan batu hingga terlepas kulit luarnya yang keras dan terlihat kulit arinya yang berwarna putih.

Gambar 3. Pemanasan Pasir (foto koleksi pribadi)adi)


Biji melinjo yang sudah terlepas kulitnya ini kemudian dipipihkan dengan cara diletakkan di atas talenan dari batu yang telah dialasi plastik dan dipukul menggunakan palu besi. Untuk satu keping emping berdiameter 2 centimeter diperlukan 2 biji melinjo. Sedangkan untuk satu keping emping berdiameter 5 centimeter diperlukan 4 sampai 5 biji melinjo. Untuk satu keping emping berukuran besar diperlukan sekitar 11 biji melinjo dan untuk emping berukuran jumbo diperlukan sekitar 25 biji melinjo. 

Gambar 4. Proses Pemipihan Biji Melinjo (foto koleksi pribadi)

Gambar 5. Berbagai Ukuran Emping (foto koleksi pribadi)

Lembaran-lembaran plastik yang telah penuh berisi biji melinjo pipih kemudian diletakkan di atas anjang untuk dijemur. Lama penjemuran tergantung tebal tipisnya emping dan kuantitas sinar matahari. Untuk emping dengan ketebalan sedang, diperlukan waktu sekitar 3 jam.

Gambar 6. Lembaran-lembaran Plastik Berisi Emping (foto koleksi pribadi)

Gambar 7. Proses Penjemuran (foto koleksi pribadi)

Setelah agak kering, emping ini dilepaskan dari plastik dan diletakkan anjang untuk dijemur kembali selama kurang lebih 3 jam hingga benar-benar kering.


Gambar 8. Pelepasan Emping dari Plastik (foto koleksi pribadi)

Gambar 9. Penjemuran Kembali (foto koleksi pribadi)

Kualitas melinjo sangat menentukan kualitas empingnya. Biji melinjo yang kualitasnya paling baik adalah biji melinjo yang ukurannya besar dan sudah benar-benar tua. Untuk mengetahui apakah biji melinjo sudah benar-benar tua maka harus dilihat kulit luarnya. Jika warnanya merah tua, maka biji melinjo tersebut sudah benar-benar tua, apalagi jika biji itu jatuh sendiri dari pohonnya. Namun, dikarenakan pada umumnya para produsen emping mendapatkan biji-biji melinjo dari pedagang sudah dalam keadaan tidak ada kulit luarnya, maka yang perlu dilihat adalah kulit kerasnya. Jika kulit kerasnya berwarna coklat kehitaman dan mengkilat, maka biji melinjo tersebut benar-benar tua.

Gambar 10. Klatak (biji melinjo tanpa kulit luar) (foto koleksi pribadi)

Biji melinjo yang sudah benar-benar tua kadar airnya sedikit sehingga bila menjadi emping tidak mengalami penyusutan berat yang terlalu besar. Dari wawancara dengan beberapa produsen emping, tiap 1 kilogram biji melinjo yang sudah benar-benar tua akan menghasilkan sekitar 0,65 kilogram emping. Sedangkan biji yang kurang tua akan menghasilkan 0,6 kilogram emping dan biji yang masih agak muda akan menghasilkan 0,5 kilogram emping. Oleh karena itulah terdapat perbedaan harga biji melinjo. Untuk klatak (biji melinjo tanpa kulit luar) yang benar-benar tua harga per kilogramnya adalah Rp 12.500,00. Sedangkan klatak yang kurang tua adalah Rp 10.000,00 dan klatak yang masih agak muda adalah Rp 7.500,00.

Selama ini tidak ada kendala dalam pemasaran emping, sebab para pedagang mendatangi produsen secara langsung untuk membeli emping. Harga emping di pasaran dapat dikatakan stabil. Namun pada waktu-waktu tertentu, misalnya menjelang Hari Raya Idul Fitri, harga emping dapat dipastikan melonjak. Saat ini harga per kilogram emping di tingkat produsen adalah Rp 35.000,00 dan dapat mencapai Rp 45.000,00 di tingkat konsumen.

Emping dikonsumsi tidak saja sebagai pendamping makanan seperti soto dan nasi goreng, tapi banyak juga orang yang mengonsumsi emping sebagai camilan. Emping melinjo mengandung berbagai zat yang diperlukan tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan. Berikut ini adalah kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram melinjo :


Selain berbagai zat bermanfaat seperti yang telah tertera di atas, ternyata emping juga mengandung zat purin yang tinggi (sekitar 150 miligram per 100 gram emping dan akan meningkat menjadi 220 miligram ketika mengalami proses penggorengan) yang dapat memicu berbagai penyakit.

Purin adalah golongan zat protein yang berada dalam tubuh. Purin akan diproses dalam tubuh (metabolisme) menjadi asam urat. Makanan yang mengandung purin tinggi akan membuat kadar asam urat dalam darah menjadi berlebihan sehingga menyebabkan berbagai penyakit dalam tubuh. Oleh karena itulah, makanan yang mengandung purin tinggi tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara rutin atau dalam jumlah yang banyak.


Pengembangan Usaha Emping Melinjo

Melihat prospek usaha emping melinjo ke depan, ada baiknya untuk mengelola lahan dengan menanam melinjo secara monokultur (tanaman tunggal) bukan hanya sebagai tanaman selingan di pekarangan. Kurangnya bahan baku dalam proses produksi mengakibatkan para para produsen emping di Desa Pojok Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung mendatangkan biji melinjo dari luar kota seperti Malang, Trenggalek, Ponorogo, Kediri, bahkan hingga dari Banten.

Proses perbanyakan tanaman yang sedikit rumit juga merupakan kendala dalam penyediaan bahan baku produksi emping melinjo. Data terakhir (bulan Desember 2017) dari Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung mengenai banyaknya tanaman melinjo adalah sebagai berikut :


Di Kecamatan Pagerwojo, pohon yang tidak menghasilkan dikarenakan pohon yang ada masih berusia muda. Di Kecamatan Sendang, pohon yang tidak menghasilkan dikarenakan memang sedang tidak berbuah meskipun sudah saatnya berbuah. Sementara itu, pohon melinjo yang ada di Kecamatan Kedungwaru juga tidak menghasilkan dikarenakan pohon yang ada masih berusia muda.

Untuk meningkatkan produksi melinjo, Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung melakukan berbagai upaya, diantaranya adalah dengan penanaman bibit baru di beberapa kecamatan. Pengadaan tanaman baru ini dilakukan baik secara generatif maupun vegetatif.

Seperti telah disebutkan di atas, pohon melinjo bersifat dioecy (berumah dua). Hal ini menyebabkan perbanyakan secara generatif akan memakan waktu yang sangat lama. Hal ini dikarenakan tanaman baru akan menghasilkan bunga setelah berumur 5 – 7 tahun.

Namun demikian, tanaman yang dihasilkan dari perbanyakan secara generatif memiliki beberapa kelebihan, diantaranya pertumbuhan tanaman akan kuat karena sistem perakarannya dalam (akar tunggang) sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan. Hal ini menyebabkan umur tanaman akan lebih panjang. Tapi, sifat tanaman yang diperoleh dari perbanyakan generatif seringkali berubah atau tidak sama dengan sifat tanaman indukny

Perbanyakan tanaman melinjo secara generatif dimulai dengan pemilihan biji. Bila masih ada kulit luarnya, pilih biji yang warnanya merah tua. Tapi jika kulit luarnya sudah tidak ada, pilih biji yang warna kulit kerasnya hitam kecoklatan dan mengkilat. Perlu diperhatikan juga untuk memilih biji yang ukurannya besar dan tidak cacat.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan petak persemaian. Pilih tanah berukuran 2 meter kali 6 meter yang tidak tergenang air, gembur, dan cukup terkena sinar matahari. Tanah dicangkul sedalam 10 – 15  centimeter kemudian ditaburi sedikit abu dapur / kapur atau obat pembasmi hama (biasanya larutan formalin 4% sebanyak 10 liter per meter persegi). Tanah persemaian ini kemudian ditutup plastik atau daun pisang selama 24 jam untuk mensterilkan tanah.

Penanaman biji melinjo dilakukan dengan meletakkan biji melinjo yang sudah tidak berkulit luar kedalam tanah dengan posisi yang agak runcing di bagian bawah lebih kurang 2 sampai 3 centimeter dengan jarak antar biji melinjo adalah 10 – 15 centimeter. Biji melinjo yang sudah tertanam dengan tanah gembur bercampur kompos kemudian tutup dengan daun pisang dan daun kelapa yang belum kering. Lakukan penyiraman setiap hari. Setelah 9 bulan, biji-biji melinjo akan mulai berkecambah. Setelah berdaun 4 – 5 pasang, pindahkan bibit ke kantong plastik berisi tanah dan dicampur pupuk kandang.

Penanaman di lahan dilakukan dengan terlebih dulu menyiapkan lahan terbuka yang terkena sinar matahari. Menurut Rahmat Rukmana (2008), tanah terpilih untuk budidaya melinjo idealnya diolah seluruhnya secara sempurna dengan cara dibajak atau dicangkul sedalam 30 cm. namun untuk menghemat tenaga dan biaya, biasanya penyiapan lahan hanya dilakukan dengan pembuatan lubang dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm dengan jarak antar lubang 7 m x 7 m. Pembuatan lubang tanaman ini sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan atau tenggang waktu 2 – 4 minggu menjelang tanam. Lubang-lubang yang telah dibuat ini dikeringanginkan selama lebih kurang 2 minggu agar gas-gas beracun dalam tanah menguap.

Bibit yang telah disediakan, ditanam kedalam lubang-lubang. Untuk bibit hasil cangkokan, kedalaman lubang perlu ditambah. Setelah itu timbun kembali lubang dengan tanah yang dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 2 bagian tanah dan 1 bagian pupuk.

Ada baiknya untuk mengetahui jenis kelamin tanaman. Untuk bibit yang berasal dari hasil cangkokan, jenis kelaminnya sudah dapat diketahui dengan pasti. Sedangkan untuk membedakan jenis kelamin bibit yang diperoleh secara generatif, dapat dilihat dari kondisi daunnya. Berdasarkan pengalaman, para petani telah mengetahui bahwa bibit tanaman yang daunnya lebih lebar dibandingkan dengan bibit lain yang seusia, dapat dipastikan itu adalah tanaman betina. Tanaman jantan harus ditanam diantara sejumlah besar tanaman betina dengan posisi menyebar.

Perbanyakan secara generatif ini ini memakan waktu yang lama. Oleh karena itulah diupayakan perbanyakan secara vegetatif, melalui pencangkokan, okulasi (menempel), dan penyambungan (grafting). Dengan perbanyakan vegetatif ini, sifat tanaman anak akan sama dengan sifat induk, termasuk sudah diketahui jenis kelaminnya sehingga tanaman bisa cepat bereproduksi (sekitar 3 – 4 bulan). Kelemahan dari tanaman hasil dari perbanyakan secara vegetatif ini adalah perakarannya yang dangkal (karena tidak memiliki akar tunggang) sehingga lebih mudah tumbangdan kurang tahan terhadap kekeringan.    

Pemeliharaan tanaman melinjo sebenarnya tidak terlalu sulit. Pemeliharaan ini meliputi pemupukan, penyiraman, penyiangan, pemberantasan hama dan penyakit, dan pemangkasan. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yakni menjelang musim hujan dan menjelang musim kemarau. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang bagi tanaman muda dan dicampur pupuk kimia bagi tanaman yang sudah lebih tua. Penyiraman dilakukan terutama pada musim kemarau dan setelah pemberian pupuk kimia.

Selama ini pemangkasan hampir tidak pernah dilakukan. Padahal pemangkasan memiliki beberapa manfaat diantaranya :

  • Percabangan menjadi banyak dan pohon tidak terlalu tinggi
  • Memudahkan perawatan dan menghilangkan tanaman pengganggu seperti benalu
  • Tanaman tidak mudah tumbang
  • Mempermuda tanaman yang telah tua
  • Mempercepat tanaman untuk berbunga dan berbuah (mengatur C/N ratio). Menurut teori Klebs mengenai C/N ratio, C adalah banyaknya karbohidrat dalam daun dan N adalah banyaknya protein dan nitrat yang dapat larut. Jika C/N ratio rendah (C rendah dan N tinggi) maka tanaman akan tumbuh subur tanpa berbuah. Sedangkan jika C/N ratio sedang (C sedang dan N tinggi) maka tanaman akan tumbuh sedang tapi berbuah lebat. Sementara itu jika C/N ratio tinggi (C sedang dan N tinggi) maka tanaman akan tumbuh kerdil dan berbuah sedikit.

Untuk mempertahankan C/N ratio agar tetap berada pada level sedang, perlu dilakukan pemotongan akar untuk mengurangi penyerapan larutan makanan terutama nitrogen dari dalam tanah. Selain itu dapat juga dilakukan pengeratan batang untuk menghambat pengangkutan karbohidrat. Mengurangi daun-daun juga dapat dilakukan untuk mengurangi timbunan karbohidrat dan kegiatan fotosintesis selanjutnya.

Dengan penanaman tanaman melinjo baru di Kecamatan Kedungwaru oleh Dinas Pertanian Kabupaten Tulungagung diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman melinjo. Dengan hasil produksi tanaman melinjo yang mencukupi, diharapkan industri emping melinjo yang sekarang masih bersifat kecil dan tradisional, volume hasilnya tidak akan bersifat fluktuatif lagi.

Posting Komentar

0 Komentar